Jumat, 22 April 2011

Indeks Bisnis di Jepang Anjlok


TOKYO - Usai tsunami dan kebocoran nuklir, kepercayaan diriJepang untuk berbisnis mengalami kejatuhan. Konsumen mengurangi belanjanya, alhasil produksi pun  terganggu.

Bank Sentral Jepang yang merilis indeks sentimen bisnis di Jepang (Tankan) menjelaskan jika produsen-produsen besar menolak untuk berproduksi di Jepang. Angka indeksnya turun menjadi enam pascatsunami, padahal sebelumnya lebih dari tujuh. Indeks sentimen  produsen besar untuk tiga bulan ke depan jatuh menjadi minus dua dari enam. Sementara indeks sentimen produsen kecil dan menengah, anjlok ke minus 18 dari sebelumnya minus enam.

Seperti dikutip dari Associated Press Senin (4/4/2011), tankan mengambarkan persentase perusahaan yang mengatakan kondisi bisnis yang baik sampai kondisi berkata yang kurang baik, dengan 100 mewakili suasana hati terbaik dan 100 minus yang terburuk.

Hasil survei ini sedikit banyak menggambarkan kekhawatiran melambatnya pertumbuhan industri manufaktur di Jepang. "Tsunami telah menghilangkan beberapa perusahaan kehilangan pabrik-pabrik mereka, yang lain terpaksa menutup produksi besar-besaran  karena terganggu tak mendapat pasokan," kata ekonom di Mitsubishi Research Institute Inc Yoko Takeda.

Tankan juga menemukan bahwa sentimen negatif terjadi di kalangan nonprodusen, termasuk department store. Indeks sentimen nonprodusen dalam tiga bulan ke depan menukik ke minus empat dari sebelumnya tujuh. Penjualan di department store sangat turun di bulan Maret.

Ekonom Jepang Research Institute Junko Ikkatai mengatakan bahwa pelaku ritel pesimis tentang masa depan bisnis merdeka. “Konsumen hanya membeli barang-barang yang sangat diperlukan, tak ada lagi mood untuk membeli yang lain," ungkapnya.

Gempa 9,0 dan tsunami menghancurkan sebagian besar timur laut Jepang, menewaskan lebih dari 25.000 orang. Memaksa Toyota Motor Corp dan Sony Corp, untuk menunda produksinya karena kekurangan komponen. Selain itu. Tokyo Electric Power Co, pengelola listrik dari nuklir di Fukushima juga melakukan pemangkasan pasokan listrik. Krisis listrik ini memaksa banyak pabrik untuk menangguhkan output.

Pemerintah Jepang pun menyebut akibat gempa bumi dan tsunami yang melanda timur laut ini bisa mencapai USD309 miliar. Ini merupakan bencana paling mahal sepanjang sejarah.(wdi)

0 komentar:

Posting Komentar

Search Engine

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites